Jawa Kini dan Nanti

Bahasa Jawa (ꦧꦱꦗꦮ: båså Jåwå) adalah bahasa Austronesia yang utamanya dituturkan oleh penduduk bersuku Jawa di wilayah bagian tengah dan timur pulau Jawa. Bahasa Jawa juga dituturkan oleh diaspora Jawa di wilayah lain di Indonesia, seperti di Sumatra dan Kalimantan; serta di luar Indonesia seperti di Suriname, Belanda, dan Malaysia. Jumlah total penutur bahasa Jawa diperkirakan mencapai sekitar 75,5 juta pada tahun 2006. Sebagai bahasa Austronesia dari subkelompok Melayu-Polinesia, bahasa Jawa juga berkerabat dengan bahasa Melayu, Sunda, Bali dan banyak bahasa lainnya di Indonesia, meskipun para ahli masih memperdebatkan mengenai posisi pastinya dalam rumpun Melayu-Polinesia. Bahasa Jawa berstatus bahasa resmi di Daerah Istimewa Yogyakarta di samping bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Jawa di lingkungan masyarakat tentu saja harus mengikuti kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang sudah ada, seperti bagaimana penggunaan bahasa Jawa ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama alus. Penggunaan tingkatan-tingkatan bahasa Jawa ini harus diperhatikan supaya tujuan terlaksananya tatakrama yang baik dan sopan bisa terwujud di kalangan masyarakat, terutama di lingkungan para pemuda di zaman milenial ini yang semakin lama semakin tidak terlalu memahami penggunaan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.

Penggunaan bahasa Jawa yang baik tentu saja harus dimulai di lingkungan keluarga terlebih dahulu, yakni menggunakan pembiasaan. artinya di sini adalah, anak harus didik menggunakan bahasa Jawa yang baik dan benar sedini mungkin, hal ini tentu saja peran orang tua sangat penting.


Jika orang tua tidak bisa mengajarkan anak menggunakan bahasa Jawa yang baik dan benar, maka satu-satunya jalan agar anak mempelajari bahasa Jawa adalah melalui sekolah. Guru bahasa Jawa memiliki peran yang penting untuk peserta didik supaya mereka bisa menggunakan bahasa Jawa yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.

Tetapi, seiring munculnya wabah Covid-19 di tahun 2019, kemudian masuk ke Indonesia pada awal-awal tahun 2020, menyebabkan kepanikan massal yang menyebabkan lumpuhnya seluruh kegiatan yang ada di Indonesia, termasuk lumpuhnya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Pada akhirnya, kegiatan belajar mengajar di sekolah secara tatap muka untuk sementara di tiadakan dan diganti dengan belajar mengajar melalui daring (online). Namun dalam pelaksanaannya, kegiatan belajar mengajar seperti ini mengalami beberapa kendala, diantaranya adalah: kebijakan pemerintah yang berubah-ubah, kesiapan sekolah dalam mensikapi desain pembelajaran kurang maksimal, guru tidak siap dengan perubahan (pembelajaran melalui internet/daring).

Dampak dari munculnya wabah Covid-19 ini sangat besar, akibatnya anak yang seharusnya setiap hari pergi ke sekolah harus belajar di rumah. Pembelajaran daring sempat memunculkan berbagai permasalahan untuk para pelajar dan guru. Gangguan jaringan menjadi salah satu masalah utama dalam proses pembelajaran daring. Seperti yang diketahui bahwa tidak semua pelajar memiliki tempat tinggal dengan koneksi internet yang memadai. Banyak pelajar yang mengandalkan kuota internet sebagai sarana dalam proses pembelajaran. Biaya yang dikeluarkan oleh pelajar dan orang tua semakin besar karena kuota internet yang dibutuhkan pelajar pun sangat banyak.

Hal ini menyebabkan generasi muda zaman sekarang (khususnya ketika masa pandemi Covid-19) menjadi kurang terkontrol dan terkesan rusak. Hal ini disebabkan oleh banyak waktu luang yang terbuang, sumber belajar digantikan oleh gadget (gawai), usia belum bijak menerima perubahan, dan yang paling penting adalah siswa menjadi kehilangan sosok guru yang seharusnya memberikan pembelajaran secara langsung setiap hari.

Untuk menyikapi hal tersebut, maka guru (khususnya guru bahasa Jawa) harus menyusun rencana dan mempersiapkan hal yang harus dilakukan supaya mapel-mapel bisa tersampaikan dengan baik. Contohnya di sini guru harus bisa melakukan Revolusi IT. Arti dari Revolusi IT di sini adalah guru harus: jangan sampai alergi dengan perubahan (terutama perubahan pada teknologi), melek IT, dan belajar sepanjang hayat.

Lalu hal kedua yang harus dipahami yaitu adalah guru jangan sampai mengalami learning lossLearning loss atau jika diartikan berarti ‘Kehilangan Pendidikan’ merujuk kepada sebuah kondisi hilangnya sebagian kecil atau sebagian besar pengetahuan dan keterampilan dalam perkembangan akademis yang biasanya diakibatkan oleh terhentinya proses pembelajaran dalam dunia pendidikan. Maka dari itu yang harus dilakukan oleh guru adalah: lakukan diagnosa, bangun interaksi dengan peserta didik, susun rencana pembelajaran yang relevan. Jika Revolusi IT bisa dilaksanakan dan melakukan pencegahan terhadap learning loss, maka penyampaian materi bisa dilaksanakan dengan baik dan efektif.

oleh: Eko Wahyuningsih, S.Pd. & Age Mahardika Gustian, S.Pd.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengeti Hari Kartini

Dening: Eni Siti Nurhayati Ibu kita Kartini, putri sejati Putri Indonesia harum namanya Ibu kita Kartini, pendekar bangsa Pendekar kaumnya u...